Pendapat secara umum digambarkan sebagai sebuah ide,
gagasan, dan pemikiran. Berpendapat dapat diartikan menyampaikan ide atau buah
pemikiran kepada orang lain. Kebebasan berpendapat merupakan hal yang penting,
bahkan sangat penting. John Stuart Mill, seorang filusuf berkebangsaan Inggris,
juga menyatakan betapa pentingnya kebebasan berpendapat.
Di negara tercinta, Republik Indonesia ini, kebebasan
berpendapat bahkan telah diberi landasan atau dasar hukum yang pasti dalam UUD
1945 Pasal 28. Dalam pasal tersebut telah terkandung bahwa semua warga negara berhak mengeluarkan
pikiran melalui lisan, tulisan, dan sebagainya yang telah ditetapkan oleh
Undang-Undang. Mengapa pemerintah dahulu sampai membuat aturan tersebut? Karena
para pejuang kemerdekaan itu menyadari bahwa menyampaikan pendapat adalah
perkara yang krusial. Perkara yang krusial seharusnya dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab.
Namun apa yang terjadi sekarang? Para pejabat yang
bergelimang harta, menyelewengkan aspirasi rakyat. Mereka merampas apa yang
seharusnya menjadi hak rakyat. Setiap melihat berita di televisi pasti ada-ada
saja kasus korupsi yang muncul. Tidak hanya satu dua, bahkan puluhan, mungkin
ratusan. Dan mungkin baru itu saja kasus yang tercium oleh aparat. Masih banyak
kasus yang terselubung dan terjadi dengan penuh strategi politik.
Setiap wakil-wakil rakyat memang dengan bebasnya
mengeluarkan pendapat. Tapi di lain pihak, rakyat tertekan. Rakyat ingin suara
mereka didengarkan. Sudah banyak bentuk protes dan kritik yang disampaikan
melalui berbagai media. Mulai dari surat kabar, polling, blog, demo, bahkan penyampaian secara langsung telah dilakukan.
Namun apa yang terjadi. Tidak ada. Tidak ada perubahan yang terjadi. Mereka
yang sudah menduduki singgasana pemerintahan tidak mau mendengarkan aspirasi
masyarakat yang ada di bawah. Pemerintah seakan-akan tuli, dan buta akan
penderitaan rakyat.
Kita lihat kasus yang belum lama terjadi. Coba sejenak
kita ingat kasus Prita Mulyasari. Kasus yang terjadi 2009 silam, merupakan
salah satu isu penyelewengan kebebasan berpendapat yang cukup fenomenal.
Awalnya, Prita hanya ingin mengutarakan isi hati dan keluhannya kepada
teman-temannya. Namun siapa sangka, curhat
Prita justru membuatnya masuk ke jeruji besi. Prita mengkritik pelayanan OMNI
Interntional Hospital. Pemilik rumah sakit tersebut tidak terima akan kritikan Prita
dan mengajukan gugatan dengan alasan pencemaran nama baik. Akhirnya Prita kalah
suara dan masuk sel tahanan.
Sebenarnya kasus-kasus yang serupa telah terjadi berulang
kali. Seperti yang dialami Alvin Lie dan Narliswandi Piliang pada 2008 silam.
Narliswandi dituduh telah mencemarkan nama baik karena menulis dalam blog
pribadinya. Kemudian Erick Adriansyah pernah dianggap menyebarkan isu negatif
terkait kesulitan likuiditas bank. Terakhir yang paling misterius hingga
sekarang yaitu kasus Munir. Kasus yang dianggap pelanggaran HAM itu masih saja ditutupi.
Beberapa contoh kasus di atas sudah cukup menggambarkan
bagaimana kebebasan berpendapat yang notabene sebagai Hak Asasi Manusia yang
harus dijaga dan dilindungi, namun dalam praktiknya, justru begitu mudah
dilanggar. Terutama mereka yang memiliki kekuasaan atau jabatan yang lebih
tinggi.
Apakah pemerintah
tetap masih tuli? Atau kah jeritan hati rakyat Indonesia masih kurang keras?
Jangan sampai Indonesia ini menjadi negara diktator. Merdeka!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar